Zanubba Salsabila Khofshoh
(Mahasiswi Prodi Matematika, Universitas Airlangga)
Masing-masing anak di dunia ini memiliki perbedaan karakter maupun kercedasan yang kerap kali disebut sebagai kecerdasan intelektual. Terdapat anak-anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, sama rata, bahkan di bawah rata-rata. Tak ayal, hal-hal semacam itu menjadi indikator prestasi anak-anak di sekolahnya. Anak-anak yang tidak beprestasi baik selayaknya anak-anak yang berprestasi dengan baik, seringkali mendapatkan label sebagai anak-anak yang sulit untuk diajari atau anak-anak bermasalah. Tentunya, kesulitan dalam mengajari anak-anak tersebut disebabkan oleh beragam faktor yang mengakibatkan hambatan dalam belajar dan tumbuh kembang anak.
Matematika merupakan mata pelajaran yang telah didapatkan anak-anak sedari duduk di bangku sekolah dasar. Dari sekian banyaknya mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, matematika adalah pelajaran yang ilmunya hampir setiap hari digunakan pada segala aspek kehidupan. Matematika juga mengasah ketelitian anak, dan meningkatkan kemampuan berpikir logis. Dengan begitu, dapat dilihat pentingnya matematika bagi anak dan melakukan deteksi lebih awal mengenai kesulitan belajar agar anak dapat menyerap ilmu dengan maksimal serta menumbuhkan pemahaman bahwa matematika juga sama pentingnya dengan pelajaran-pelajaran lain. Akan tetapi, sejak dari masa ke masa, anak-anak telah mendapatkan doktrin bahwasanya matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan. Akibatnya ketertarikan anak terhadap pelajaran matematika pun berkurang. Anak-anak menjadi cenderung kurang berminat untuk belajar matematika serta metode-metode lama kurang efisien yang digunakan para guru dalam kegiatan belajar mengajar juga menjadi salah satu faktor yang membuat anak jenuh dan kurang tertarik terhadap pembelajaran matematika. Alhasil penyerapan ilmu matematika tidak maksimal, dan dalam hal ini telah menjadi PR bagi para guru untuk mengubah doktrin matematika yang sulit dan menakutkan menjadi matematika yang ramah serta menyenangkan di lingkungkan kelas terutama sekolah. Meski begitu, hal-hal tersebut hanya dua faktor dari banyaknya faktor-faktor lain yang muncul di permukaan. Hal ini seperti fenomena gunung es, masih terdapat banyak faktor-faktor lainnya yang tidak terlihat.
Ada pun faktor-faktor lain tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Menurut Hamalik (dalam Paridjo, 2008 dari Yeni, 2015) ragam faktor yang menjadi hambatan bagi anak-anak dalam belajar matematika, yaitu:
1. Faktor-faktor yang bersumber internal (diri sendiri)
– Tidak memiliki tujuan belajar yang jelas
– Kurangnya minat pada pelajaran
– Kesehatan yang terganggu
– Kecakapan mengikuti pelajaran
– Gaya belajar
– Kurangnya penguasaan bahasa
2. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah
– Lingkungan sekolah yang kurang mendukung
– Fasilitas, sarana dan prasarana yang kurang memadai
– Metode pengajaran kurang efektif dan efisien
3. Faktor-faktor yang bersumber dari keluarga
– Kurangnya motivasi
– Lingkungan rumah yang tidak kondusif untuk belajar
– Kurangnya perhatian dari orang tua
Sementara itu, menurut Sudjono (dalam Paridjo, 2008 dari Yen, 2015) faktor-faktor lain dapat diklasifikasikan pada penyebabnya dan faktor-faktor tersebut dibedakan atas dasar umum dan dasar khusus, yaitu:
1. Faktor Dasar Umum
– Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis merupakan faktor yang menghambat belajar matematika pada anak dikarenakan permasalahan kesehatan seperti masalah pada kesehatan pendengaran dan penglihatan. Permasalahan kesehatan anak yang tidak segera ditangani dapat menjadi hambatan dalam belajar anak.
– Faktor Intelektual
Faktor intelektual yang dimaksudkan pada hal ini adalah anak yang mengalami kekurangan dalam daya abstraksi, generalisasi, kemampuan penalaran induktif dan deduktif serta kemampuan numerik dapat mengalami kesulitan belajar matematika.
– Faktor Pedagogik
Faktor pedagogik adalah faktor yang disebabkan oleh guru atau pengajar, seperti guru tidak mampu menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan pokok bahasan dan kedalaman materi, guru atau pengajar kurang bisa meningkatkan motivasi terhadap anak didiknya, guru seringkal membanding-bandingkan kemampuan satu siswa dengan siswa lainnya, kurangnya variasi bahasa dalam mengajar, dan hal-hal lainnya.
2. Faktor Dasar Khusus
Dalam hal ini, faktor dasar khusus adalah hambatan yang secara spesifik menjadi penyebab anak mengalami kesulitan ketika belajar.
– Kesulitan menggunakan konsep
– Kurangnya kemahiran dalam penerapan operasi aritmetika
– Kesulitan menyelesaikan soalan berbentuk soal cerita
Berdasarkan faktor-faktor yang menjadi penghambat anak dalam belajar matematika yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor internal maupun eksternal yang menyebabkan anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Dalam hal ini, dibutuhkan peran dan kerja sama dari pihak keluarga dan pengajar untuk meningkatkan motivasi anak dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dialami anak. Sebagai penutup, disarankan agar orang tua memperhatikan anak-anaknya dan mengajak anak melakukan tes kesehatan secara berkala guna mengetahui kondisi kesehatannya. Ada pun untuk guru atau pengajar dapat mengadakan kelas bimbingan khusus anak-anak yang kesulitan dalam belajar matematika, serta untuk pihak penyelenggara pendidikan atau sekolah dapat membenahi fasilitas maupun saarana dan prasaran agar anak-anak merasa nyaman sewaktu belajar.
RUJUKAN
Yeni, E. M. (2015). “Kesulitan Belajar Matematika di Sekolah Dasar.” Jurnal Pendidikan Dasar (JUPENDAS), 2(2), 1-10.